Kamis, 17 Desember 2009

Ahlussunnah wal Jama'ah di Bumi Nusantara

Secara geografis Nusantara –di mana Indonesia sebagai bagian darinya--merupakan wilayah strategis baik secara ekonomi dan politik serta pertahanan, karena posisinya pada perlintasan budaya antar benua. Dengan posisinya yang strategis itulah Nusantara menjadi perlintasan agama yang sangat penting. Kawasan ini mengalami perubahan budaya dan agama yang beruntun namun berjalan cukup damai.

Kepercayaan Pagan, Hindu, Budha dan Islam secara dialektik telah menjadi tata nilai yang berjalan di kawasan Asia Tenggara. Nilai-nilai tersebut, bahkan, kemudian mampu memberikan kontribusi dalam membentuk sistem pemerintahan dan varian keagamaan sendiri yang mencerminkan pergumulan antara budaya luar dengan budaya asli Nusantara.

Lebih-lebih ketika Islam datang ke Nusantara. Agama baru ini diterima sangat baik oleh penduduk setempat. Hal itu karena kearifan para ulama atau wali yang datang ke wilayah ini, yang sangat menghormati tradisi, adat istiadat, bahkan agama setempat. Islam dicoba diselaraskan dengan ajaran setempat, karena itu tidak sedikit tradisi yang kemudian dijadikan sarana penyiaran Islam.

Dengan cara itu mereka tidak terusik dengan datangnya agama baru (Islam) itu, mereka menerima dengan tangan terbuka. Apalagi agama Islam yang tidak mengenal strata sosial itu, dirasa sangat membebaskan mereka dari kungkungan kekastaan yang ketat, karena itu mereka turut membantu penyebarannya.

Sistem keberagamaan yang toleran dengan tradisi lokal ini berkembang luas di kalangan Islam Nusantara yang dikenal dengan Islam Ahlussunnah wal Jamaah, yang dikembangkan oleh para wali atau ulama baik di Aceh, di Minangkabau, di Palembang di Pontianak, Banjarmasin, Bugis, Makassar, Ternate, Nusa Tenggara dan sebagainya, pada umumnya bermazhab Syafiiyah, atau mazhab empat pada umumnya. Mereka juga terhimpun dalam kelompok terekat, seperti Sattariyah, Qadiriah, Naqshabandiyah dan lain sebagainya.

Dengan kekuatan tradisi itu mereka bisa mendirikan pusat-pusat kebudayaan, baik berupa kerajaan maupun lembaga pendidikan pesantren dan pusat perdagangan. Dengan sarana itu Islam berkembang pesat di seluruh penjuru Nusantara lebih intensif dan lebih langgeng ketimbang pengaruh agama lainnya yang pernah ada.

Keutuhan dan keberagamaan masyarakat Nusantara ini mulai terusik ketika muncul gerakan Wahabi yang puritan. Semua tata nilai yang telah dikembangkan untuk mendukung sarana dakwah dan ibadah itu dicap sebagai tahayul, bid’ah, dan khurafat.

Selama beberapa dasawarsa mereka menyerang dengan sengit kelompok ahlussunnah yang bermazhab dan kaum tarekat, karena dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam. Mereka ini tidak menghendaki adanya percampuran antara Islam dengan budaya Nusantara, mereka ingin mengembalikan Islam pada budaya Arab, yang hanya mengenal Al-Qur’an dan Hadits. Karena cara penyiaran ajaran baru itu demikian kasar, penuh kontroversi akhirnya, tidak diterima secara penuh oleh masyarakat.

Gelombang serangan terhadap eksistensi Islam Nusantara itu terus berdatangan dalam setiap dasawarsa, dengan datangnya gerakan Islam puritan yang radikal. Bahkan serangan juga datang dari kebudayaan Barat, yang menuduh Islam ini sebagai Islam sinkretis, yang konservatif yang tidak sesuai denagn kemajuan zaman. Bahkan saat ini sistem kapitalisme global yang manawarkan budaya sekular dan hedonis juga memberika ancaman tersendiri bagi keutuhan kamunitas Islam Nusantara yang dengan gigih mempertahankan moral dan tradisi.

Sebenarnya kekuatan Islam Nusantara ini sangat besar, karena didukung oleh mayoritas umat Islam, yang sehari-hari dengan gigih mengamalkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Hanya saja kurang terpadu dan kurang sigap dalam memainkan media, sehinga perannya seolah menjadi terpinggir oleh kelompok-kelompok Islam garis keras yang puritan, tetapi sebenarnya minoritas.

Tradisi ini tidak hanya Nahdlatul Ulama, tetapi juga didukung oleh organisasi Islam yang lain seperti; Tarbiyah Islamiyah (Padang), Al Washliyah (Medan), Al Khairat (Palu), Nahdlatul Wathon (Mataram), Darut Dakwah wal- Irsyad/DDI (Sulawesi Selatan) dan Mathlaul Anwar (Banten). Apabila seluruh kekuatan Islam bermazhab Ahlussunnah wal Jamaah Nusantara ini bersatu padu, maka keberadaan Islam Ahlussunnah di Nusantara ini akan tetap lestari bahkan mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat, bahkan mampu menentukan masa depan bangsa ini.

Mengingat adanya tantangan yang terus-menerus baik dari kalangan Islam radikal yang puritan maupun dari kalangan Islam liberal yang militan, maka eksistensi Islam Ahlussunnah wal Jamaah Nusantara ini perlu diperkuat. Hadirnya Islam Ahhlusunnah wal Jamaah kita harapkan membawa pengaruh besar pada kehidupan bangsa di bumi Nusantara ini.

Abdul Mu’im DZ
Pemimpin Redaksi NU Online
sumber: www.nu.or.id

Rabu, 16 Desember 2009

ADZAN SELAIN KEPENTINGAN SHOLAT

Adzan Berangkat Haji

Rupanya tidak begitu lazim adzan disuarakan di kala ada seorang yang mau berangkat haji. Akhir-akhir ini yang dilakukan oleh calon jamaah haji ialah pamit sana sini, ke semua sesepuh, para ulama, kiai, dan tokoh masyarakat, kira-kira satu minggu sebelum hari keberangkatan.

Bahkan ada yang menyelenggarakan pengajian akbar dengan mendatangkan muballigh/kiai di luar daerah. Maksudnya tidak lain adalah berpamitan dan minta maaf kepada saudara seiman sehubungan akan keberangkatannya pergi ibadah haji. Akan tetapi biasanya orang NU membuat acara demikian: pengantar protokolir, sambutan, doa calon jamaah haji, penutup dan adzan untuk keberangkatan.

Adzan yang dikumandangkan orang NU ni bberdasarkan pada, pertama, penjelasan dalam kitab I’anatut Thalibin, Juz 1 hlm 23 berikut ini:

قوله خلف المسافر—أي ويسنّ الأذان والإقامة أيضا خلف المسافر لورود حديث صحيخ فيه قال أبو يعلى في مسنده وابن أبي شيبه: أقول وينبغي أنّ محل ذالك مالم يكن سفر معصية

"Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan adzan dan iqomah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Dalil kedua diperoleh dari kitab yang sama:

فائدة: لم يؤذن بلال لأحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا – قيل إنه أذان لأبي يكر إلي أن مات ... الخ

"Sahabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad kecuali sekali. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang-orang menangis terharu sejadi-jadinya. Tapi ada khabar lain: Bilal mengumandangkan adzan pada waktu wafatnya Abu Bakar."

Dalil ketiga, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36:

من طريق أبي بكر والرذبري عن ابن داسة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثني الإمام على ابن أبي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم—كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاج أو مسافر أذن وأقام – وقال ابن سني متواترا معنوي ورواه أبو داود والقرافي والبيهقي

"Riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengadzani dan mengomati. Hadits ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qarafi, dan al-Baihaqi."

Demikian pula kata Imam al-Hafidz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Madang. Menurutnya, hadits ini juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36.


KH Munawir Abdul Fattah
Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta

Tawassul Apakah Bukan Termasuk Syirik?

Tawassul Apakah Bukan Termasuk Syirik?

Seorang pembaca NU Online menanyakan fasal tentang tawassul atau mendoakan melalui perantara orang yang sudah meninggal. "Apakah bertawasul/berdo'a dengan perantaraan orang yang sudah mati hukumnya haram atau termasuk syirik karena sudah meminta kepada sang mati (lewat perantaraan)? Saya gelisah, karena amalan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Apalagi dilakukan sebelum bulan Ramadhan dengan mengunjungi makam-makam wali dan lain-lain sehingga untuk mendo'akan orang tua kita yang sudah meninggal pun seakan terlupakan," katanya.

Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, " (Al-Maidah:35).

Pengertian tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat muslim selama ini bahwa tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul kepada Allah SWT dengan perantaraan amal sholeh, sebagaimana orang melaksanakan sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam hadits sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya; yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya bertawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan: “Ya Allah SWT aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad SAW atau Abu Bakar atau Umar dll”. Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), adalah tawassul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’. Pendapat ini berargumen dengan prilaku (atsar) sahabat Nabi SAW:

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ إِنَّ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اسْتَسْقَى بِالعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَلِّبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إَلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتُسْقِيْنَا وَإِنَّا نَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَافَيَسْقُوْنَ. أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137

“Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: "Ya Allah, kami telah bertawassul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori)

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. "Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat."

Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah SWT menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintai-Nya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut. Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah SWT bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlarat sesungguhnya hanyalah Allah SWT semata.

Jadi kami tegaskan kembali bahwa sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT. Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa. Wallahu a’lam bi al-shawab.

H M. Cholil Nafis
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU

DO'A AWAL & AKHIR TAHUN DAN DO'A-DO'A MUHARRAM

Kini kita telah berada di penghujung tahun 1430 H, dan tak lama lagi ia akan meninggalkan kita. Mari kita melakukan muhasabah tentang apa yang telah dilakukan atau belum dilakukan sepanjang tahun yang sudah dijalani, menyambut Tahun Baru Hijriyyah dengan kegiatan2 yg mendekatkan diri kepada-Nya misal dengan memperbanyak do'a dan berdzikir.

Berikut do'a-do'anya: (sebaiknya dibaca bersama-sama di rumah, dimasjid, di mushola atau di mana saja ditempat yg baik. namun bila tak memungkinkan, maka tidak ada halangan untuk membacanya seorang diri.

DO'A AKHIR TAHUN
------------------------
BISMILLAHIROHMANNIRROHIM
WASHOLLOHU ALLA SAYIDINA MUHAMADDIN WAALA AHLIHI WA SYOHBIHI WA SALLAM. ALLAHUMA MA AMILTU FIHADIHIS SANATI MIMMA NAHAITANI ANHU. FALAM ATUB MINHU WALAM TARDHOHU WALAM TANSAHU WAHALAMTA ALA BA`DA QUDROTIKA ALLA UKUWBATI ILLA TAUBATI MINHU BA`DA JURATI ALLA MAKSIATIKA FA INNA ASTARGFIRUKHA FAG FIRLI WAMMA AMILTU FIMMA MIMMA TARDHOHU WAWAADTANI ALLAIHI SAWABA FAAS ALLUKA ALLOHUMA YA KHARIYMU YA DZALDZALALI WAL IKHROMI. ANTATAQOBALLAHU MINA THATHO ROJANNI MINKA YAKHARIMMU WA SHOLLAHU ALLA SAYIDINA MUHAMMADIN NABIYA UMMA WA ALLA AHLIHI WA SHOBIHI WA SALLAM.

Arthosipun inggih meniko:
Allah SWT bersalawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka. Wahai Tuhan, apa yang telah aku lakukan dalam tahun ini daripada perkara-perkara yang Engkau tegah daripada aku melakukannya dan aku belum bertaubat daripadanya. Sedangkan Engkau tidak ridha dan tidak melupakannya. Dan aku telah melakukannya di dalam keadaan di mana Engkau berupaya untuk menghukumku, tetapi Engkau mengilhamkanku dengan taubat selepas keberanianku melakukan dosa-dosa itu semuanya. Sesungguhnya aku memohon keampunanMu, maka ampunilah aku. Dan tidaklah aku melakukan yang demikian daripada apa yang Engkau ridhainya dan Engkau menjanjikanku dengan pahala atas yang sedemikian itu. Maka aku memohon kepadaMu. Wahai Tuhan! Wahai yang Maha Pemurah! Wahai Yang Maha Agung dan wahai Yang Maha Mulia agar Engkau menerima taubat itu dariku dan janganlah Engkau mengabaikan harapanku kepadaMu Wahai Yang Maha Pemurah. Dan Allah bersalawat ke atas penghulu kami Muhammad, ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan mengkharuniakan kesejahteraan ke atas mereka”

Do'a akhir tahun ini dibaca antara setelah shalat ashar sampai sebelum Maghrib di hari terakhir Dzulhijjah.

Barangsiapa yang membaca doa awal tahun ini, insya Allah dirinya akan terpelihara daripada gangguan dan godaan syaitan di sepanjang tahun tersebut.

DO'A AWAL TAHUN
-------------------------
BISMILLAHIROHMANNIRROHIM
WASHOLLOHU ALLA SAYIDINA MUHAMADDIN WAALA AHLIHI WA SYOHBIHI WA SALLAM. ALLAHUMA ANTA ABADIUL KHODIMU AWALLU.WA ALLA FADLIKAL ADHIMI WUJUDIKAL MUAWALI WAHADAAMU JADIDU KOD AKHBALA ILAINA NASAALUKAL MISMATA.FIHIMINASYAITONI WAAULIYAIHI WAJUNUDIHI WAL AUNA ALAHADIHINAFSILAMAROTI BISUUI WAISTIGHOLLU BIMA YUKHORONUMI ILLAIKA JULFA YA DZALDZALALI WAL IKHROMI.YAA ARHAMAR ROHIMINNA WA SHOLLAHU ALLA SAYIDINA MUHAMMADIN NABIYA UMMA WA ALLA AHLIHI WA SHOBIHI WA SALLAM.

Arthosipun:
“ Allah SWT bersalawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka. Wahai Tuhan, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. yang awal dan ke atas kelebihanMu yang besar dan kemurahanMu yang melimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dariMu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan pembantu-pembantunya dan tentara-tentaranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepadaMu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia. Wahai Tuhan Yang Maha pengasih dari mereka yang mengasihi dan Allah bersalawat ke atas penghulu kami Muhammad. Nabi yang ummi dan ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kesejahteraan ke atas mereka.”

Do'a awal tahun ini dibaca setelah maghrib di malam pertama bulan Muharram dan sebaiknya dibaca tiga kali.


mengenai doa tsb memang bukan dari hadits, siapa pula yg mengatakannya hadits?, doa do'a itu adalah diajarkan oleh para ulama kita, dan boleh boleh saja berdoa kapanpun, apalagi doa kebaikan agar dilimpahi keberkahan sepanjang tahun dan minta diampuni dari doa setahun yg lalu, maka hal ini boleh boleh saja karena doa adalah hal yg boleh kapan saja, dan melarangnya adalah perbuatan mungkar dan batil.

sunnah membelanjakan hadiah untuk istri dan keluarga di hari asyura, dan para sahabat menjadikan puasa untuk anak2 mereka yg masih bocah pula, diriwayatkan dalam beberapa hadits pada shahih muslim bahwa shabata mengumpulkan anak anak bocah mereka di masjid dan membuatkan mainan mainan untuk mereka, bila mereka menangis karena lapar maka mainan itu diberikan pada mereka untuk melupakan lapar dan hausnya. (shahih Muslim).

BERPUASA:
--------------
puasa yg afdholnya adalah pada 9-10 Muharram.

"Asyura adalah hari raya nabi sebelum kalian, maka berpuasalah kalian semua pada hari itu." (Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Abu Hurairah)

Disunahkan pula puasa pada hari Tasu'a , yaitu tanggal 9 Muharram.
Dalam hadits disebutkan: "Seandainya aku masih hidup sampai tahun depan, aku akan berpuasa pada hari Tasu'a" itu agar kaum muslim berbeda dengan orang Yahudi, karena org2 Yahudi pun berpuasa pada hari Asyura.

Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim disebutkan ketika sampai di Madinah , nabi mendapati orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura, karena Allah telah menyelamatkan Nabi Musa pada hari itu. Nabi lalu bersabda: "Aku lebih berhak terhadap Nabi Musa"

Dijelaskan oleh Al Hafidh Ibn Hajar bahwa Ummulmukminin Hafshah ra dari Rasulullah saw yg bersabda : "Barangsiapa yg berpuasa hari terakhir di bulan dzulhijjah dan hari pertama dari muharram maka Allah jadikan baginya penghapusan dosa 50 tahun, dan puasa sehari di bulan muharram, sama dengan puasa 30 hari.

Sabda Rasul saw : "sebaik baik puasa setelah ramadhan adalah puasa di bulan Muharram" (shahih Ibn Hibban hadits no.3636)

Sabda Rasulullah saw : "puasa hari asyura menghapus dosa setahun yg sebelumnya" Shahih Muslim hadits no.1162)

Kapankah hari asyura itu? Rasulullah SAW bersabda "Asyura adalah hari tanggal sepuluh". demikian hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ad Daraquthni dari Abu Hurairah.

Apa sebabnya hari Asyura itu dianggap mulia?
dalam kitab at-Tuhfah al-Mardhiyyah disebutkan "Dinamakan Asyura sebab pada hari itu Allah memuliakan (yakni dengan memberikan kemenangan atau keselamatan dari bencana) kepada sejumlah nabi.

(wallahu a'lam bisshowab.)

Blogspot Template by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by ArchitecturesDesign.Com Beautiful Architecture Homes